Jakarta, 17 Juni 2025 — Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) memfasilitasi pelaksanaan KAICIID International Fellows Programme yang berlangsung di Operation Room Kementerian Agama RI, Jakarta. Kegiatan ini mempertemukan pemimpin agama, pemuda lintas iman, dan fellow dari berbagai negara untuk memperkuat jejaring perdamaian berbasis nilai-nilai spiritual dan kerja sama lintas budaya.
KAICIID
(King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and
Intercultural Dialogue) merupakan organisasi antar-pemerintah yang
beranggotakan Austria, Spanyol, Arab Saudi, dan Vatikan sebagai pengamat
pendiri. Melalui struktur yang melibatkan negara dan tokoh agama, KAICIID
bertujuan mempertemukan pemuka agama dan pembuat kebijakan untuk membangun
solusi atas tantangan kerukunan global secara setara dan independen.
Dalam forum
ini, hadir perwakilan dari STABN Sriwijaya Tangerang, unsur Bimas Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Pusat Bimbingan dan Pendidikan
Khonghucu. Para fellow internasional berasal dari berbagai negara, seperti Arab
Saudi, Irlandia Utara, Sri Lanka, Kosovo, Uzbekistan, Bosnia, Portugal, Brasil,
dan Jepang.
Kepala PKUB
Kemenag RI, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., menyampaikan
sejumlah program prioritas kerukunan yang tengah dijalankan sepanjang 2025. Di
antaranya adalah Kurikulum Berbasis Cinta untuk memperkuat nilai empati dan
penghormatan terhadap perbedaan; pendekatan ekoteologi yang mengintegrasikan
ajaran agama dengan kepedulian lingkungan; serta penguatan sistem deteksi dini
konflik antarumat beragama sebagai instrumen strategis untuk mencegah potensi
konflik sosial berbasis keagamaan sejak dini.
Dalam sesi
dialog, peserta KAICIID menaruh perhatian khusus pada Early Warning System
(EWS), sebuah sistem deteksi dini yang dikembangkan PKUB untuk memantau potensi
gangguan kerukunan di tengah masyarakat. Gus Adib menjelaskan bahwa EWS
dirancang sebagai instrumen pemantauan berbasis data yang mampu memberikan
sinyal awal terhadap kemungkinan munculnya ketegangan antarumat beragama di
berbagai daerah.
Menurutnya,
manfaat utama EWS adalah sebagai alat pengambilan kebijakan berbasis bukti,
membantu memitigasi potensi konflik, serta mencegah eskalasi konflik kecil
menjadi perpecahan sosial yang lebih luas. Sistem ini dibangun secara
kolaboratif dengan melibatkan tokoh agama lokal, pemantauan media, dan
indikator sosial-keagamaan, serta diintegrasikan ke dalam sistem respons cepat
lintas lembaga.