Atasi Polemik Rumah Doa, Kemenag Siapkan Regulasi Khusus Usai Insiden Sukabumi

Admin Berita 01 Jul 2025 1215 kali dibaca
Atasi Polemik Rumah Doa, Kemenag Siapkan Regulasi Khusus Usai Insiden Sukabumi

Atasi Polemik Rumah Doa, Kemenag Siapkan Regulasi Khusus Usai Insiden Sukabumi

Kementerian Agama Republik Indonesia saat ini sedang merumuskan regulasi khusus yang mengatur keberadaan serta pengelolaan rumah doa, sebagai respons atas peristiwa yang terjadi di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat (27/6). Dalam kejadian tersebut, sekelompok warga dilaporkan merusak sebuah rumah tinggal yang difungsikan sebagai tempat ibadah oleh kelompok keagamaan tertentu.

 

Regulasi ini dirumuskan karena hingga kini belum ada aturan yang secara jelas mengatur keberadaan rumah doa dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yang selama ini dijadikan acuan dalam pendirian tempat ibadah di Indonesia. PBM tersebut hanya memuat jenis tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng, namun belum mencakup rumah doa yang sifatnya lebih privat atau digunakan secara terbatas.

 

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., menyatakan bahwa maraknya penggunaan istilah "rumah doa" di masyarakat—terutama di kalangan denominasi tertentu umat Kristen—telah menimbulkan kerancuan hukum. Ketidakjelasan ini berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan jika tidak segera diberi kepastian hukum.

 

“Rumah doa dalam praktiknya kerap digunakan sebagai ruang ibadah, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas. Ini menimbulkan dilema: di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut “ekpresinya bersinggungan” dan berdampak di ruang publik (wilayah eksternum), maka memang harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan memang jenis rumah do’a ini  belum memiliki prosedur formal yang bisa dijadikan acuan,” jelas Gus Adib.

 

Kementerian Agama melalui PKUB telah melakukan dua kali Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk mendalami istilah rumah doa. Hasil FGD mengonfirmasi bahwa istilah tersebut tidak seragam penggunaannya, dan banyak digunakan oleh Gereja-Gereja Pentakostal dan Injili, sementara tidak lazim di Katolik dan denomisasi besar Kristen seperti Lutheran dan Calvinis

“Karena itulah kami sedang menyusun kerangka regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat,” tambahnya.

 

Insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi regulasi ini. Berdasarkan laporan kronologis, rumah tinggal yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut sejak April 2025 mulai digunakan untuk ibadah. Meskipun Ketua RT dan masyarakat sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda tansportasi yang tentu menggangu ruang publik. Ketegangan meningkat dan berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang. “Kami menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan,” tegas Kepala PKUB.

 

Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan sekitar. Diharapkan regulasi ini bisa menjadi solusi di tengah dinamika masyarakat yang semakin majemuk secara keagamaan.

 

Kementerian Agama bersama instansi terkait juga akan memperkuat pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah, serta mendorong peran aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menangani kasus-kasus sensitif berbasis keyakinan. “Indonesia memerlukan tata kelola rumah ibadah yang tidak hanya berbasis administrasi, tetapi juga berakar pada semangat kebersamaan, musyawarah, dan semangat toleransi,” tutup Gus Adib alumni Flinders University Australia yang sangat aktif menebarkan seruan damai dan pentingnya kebersamaan sejak kuliah di Luar Negeri, bahkan pernai didaulat menjadi Ketua MIIAS Masyarakat Islam Indonesia Australia Selatan dan Katib Syuriah PCI NU Australia New Zaeland 2010-2014.

 

Dengan langkah ini, Kementerian Agama menegaskan komitmennya untuk menjadi pengayom seluruh umat beragama, melindungi hak-hak konstitusional warga negara dalam beribadah, serta menjaga perdamaian dan kerukunan sebagai aset nasional. Kami mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang terus berupaya menebarkan rukun dan damai, respon cepat dari Bapak Gubernur Jabar serta semua warga Indonesia karena menajaga rukun dan damai adalah tugas universal kita bersama. Dalam waktu dekat kami di Pusat Kerukunan Umat Beragama juga akan melaunching EWS (Early Warning System) sebuah sistem  deteksi dini Konflik berdimensi sosial keagamaan bekerjasama lintas Bimas dan stakeholders untuk menjaga rukun dan damai NKRI tercinta.