Kementerian Agama Republik Indonesia saat ini sedang merumuskan
regulasi khusus yang mengatur keberadaan serta pengelolaan rumah doa, sebagai
respons atas peristiwa yang terjadi di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat, pada
Jumat (27/6). Dalam kejadian tersebut, sekelompok warga dilaporkan merusak
sebuah rumah tinggal yang difungsikan sebagai tempat ibadah oleh kelompok
keagamaan tertentu.
Regulasi ini dirumuskan karena hingga kini belum ada aturan yang
secara jelas mengatur keberadaan rumah doa dalam Peraturan Bersama Menteri
(PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yang selama ini dijadikan acuan dalam pendirian
tempat ibadah di Indonesia. PBM tersebut hanya memuat jenis tempat ibadah
seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng, namun belum mencakup rumah
doa yang sifatnya lebih privat atau digunakan secara terbatas.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB)
Kementerian Agama, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D.,
menyatakan bahwa maraknya penggunaan istilah "rumah doa" di
masyarakat—terutama di kalangan denominasi tertentu umat Kristen—telah
menimbulkan kerancuan hukum. Ketidakjelasan ini berpotensi menimbulkan gesekan
di lapangan jika tidak segera diberi kepastian hukum.
“Rumah doa dalam praktiknya kerap digunakan
sebagai ruang ibadah, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas. Ini
menimbulkan dilema: di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh
konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut
“ekpresinya bersinggungan” dan berdampak di ruang publik (wilayah eksternum),
maka memang harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan memang jenis rumah do’a
ini belum memiliki prosedur formal yang
bisa dijadikan acuan,” jelas Gus Adib.
Kementerian Agama melalui PKUB telah melakukan
dua kali Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas
agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk
mendalami istilah rumah doa. Hasil FGD mengonfirmasi bahwa istilah tersebut
tidak seragam penggunaannya, dan banyak digunakan oleh Gereja-Gereja
Pentakostal dan Injili, sementara tidak lazim di Katolik dan denomisasi besar
Kristen seperti Lutheran dan Calvinis
“Karena itulah kami sedang menyusun kerangka
regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum
sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat,” tambahnya.
Insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi
regulasi ini. Berdasarkan laporan kronologis, rumah tinggal yang sebelumnya
berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut sejak
April 2025 mulai digunakan untuk ibadah. Meskipun Ketua RT dan masyarakat
sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap
dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda
tansportasi yang tentu menggangu ruang publik. Ketegangan meningkat dan
berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang. “Kami
menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan
keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa
diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak
kerukunan,” tegas Kepala PKUB.
Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok
akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur
pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan
sekitar. Diharapkan regulasi ini bisa menjadi solusi di tengah dinamika
masyarakat yang semakin majemuk secara keagamaan.
Kementerian Agama bersama instansi terkait juga
akan memperkuat pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah,
serta mendorong peran aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam
menangani kasus-kasus sensitif berbasis keyakinan. “Indonesia memerlukan tata
kelola rumah ibadah yang tidak hanya berbasis administrasi, tetapi juga berakar
pada semangat kebersamaan, musyawarah, dan semangat toleransi,” tutup Gus Adib
alumni Flinders University Australia yang sangat aktif menebarkan seruan damai
dan pentingnya kebersamaan sejak kuliah di Luar Negeri, bahkan pernai didaulat
menjadi Ketua MIIAS Masyarakat Islam Indonesia Australia Selatan dan Katib Syuriah PCI NU
Australia New Zaeland 2010-2014.