Tangerang – Komitmen untuk memperkuat kerukunan dan mencegah intoleransi ditegaskan dalam sesi Deklarasi Damai dan Diskusi Panel Lintas Agama yang menjadi bagian utama dari Silaturahmi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Lembaga Keagamaan Tahun 2025, Rabu (6/8/2025), di Hotel Atria Gading Serpong, Tangerang.
Enam perwakilan majelis agama nasional hadir secara langsung membacakan deklarasi bersama yang menekankan pentingnya menjaga persatuan, memperkuat dialog lintas iman, serta merespons isu-isu sosial keagamaan dengan cara yang arif dan adil.
Para tokoh
yang membacakan deklarasi tersebut adalah:
- Dr. K.H. Marsudi Syuhud, MM – Wakil Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
- Pdt. Johan Kristantara, M.Th – Sekretaris
Eksekutif PGI
- Mgr. Dr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C –
Ketua KWI dan Uskup Bandung
- Dr. Ketut Budiawan, S.H., S.Pd.H., M.H.,
M.Fil.H – Mewakili Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
- Prof. Dr. Philip Kuntjoro Widjaja, BBA., MBA.
– Ketua PERMABUDHI
- Xs. Budi Santoso Tanuwibowo – Ketua MATAKIN
Deklarasi tersebut memuat enam butir komitmen utama, antara lain menjadikan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia sebagai momentum kebangsaan lintas agama, menjaga kemajemukan sebagai kekuatan sosial, serta mendorong sinergi antara tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga ketertiban dan toleransi.
“Ini bukan
sekadar pernyataan simbolik. Deklarasi ini adalah wujud kesadaran bersama bahwa
kerja-kerja kerukunan harus dibarengi dengan tanggung jawab moral lintas iman,”
ujar Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI, Dr. Muhammad Adib
Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D.
Usai pembacaan deklarasi, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi panel bertema “Agama, Kedamaian, dan Harmoni Indonesia”, yang mempertemukan enam tokoh agama dari majelis nasional. Diskusi ini membahas tantangan kerukunan masa kini, termasuk meningkatnya ujaran kebencian, polarisasi sosial berbasis agama, serta kebutuhan akan pendidikan nilai lintas iman.
Para pembicara sepakat bahwa harmoni sosial tidak cukup dibangun melalui aturan formal semata, tetapi harus ditopang oleh keteladanan, ruang dialog yang setara, dan partisipasi aktif masyarakat.