Depok (Kemenag) --- Gerakan menanam sejuta pohon matoa yang dipusatkan di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) hari ini merupakan aksi nyata Indonesia dalam menyumbang oksigen bagi dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Setjen Kemenag, M Adib Abdushomad, usai gelaran menanam sejuta pohon matoa secara serentak di seluruh provinsi yang dipimpin Menteri Agama Nasaruddin Umar.
“Ini merupakan sebuah ungkapan komitmen kita semua untuk betul-betul lebih menyatu dengan alam. Jadi, alam itu tidak boleh dieksploitasi. Pendekatan terhadap bumi bukan lagi maskulinisasi, tapi lebih feminin,” ujarnya di Cimanggis, Depok, Selasa (22/4/2025).
Kapus Adib mengatakan bahwa pendekatan kita terhadap bumi sebagai mitra. Dengan kata lain, bumi sebagai subjek bukan objek. Pendekatannya tidak lagi antroposentrisme, tapi menggunakan pendekatan kasih sayang.
“Banyak ayat Al-Qur’an yang menyebut tentang bumi dan alam semesta. Jadi bumi jangan dipandang sebagai alat untuk dieksploitasi. Respecting our nature is a universal values, dan itu tanggung jawab kita bersama,” tegas Doktor jebolan Flinders University Australia ini.
Semangat tersebut, lanjut dia, tidak dipahami saat ini saja. Akan tetapi, penanaman satu juta pohon ini akan terus to be continued (dilanjutkan), sehingga Indonesia benar-benar mampu menyumbang oksigen bagi dunia.
“Jadi, kalau kita bersaing dengan Qatar dan Kuwait terkait menanam gedung, kita kalah. Akan tetapi kalau kita bersaing melalui penghijauan, kalah mereka,” ujarnya menirukan kelakar Menag.
Pengasuh Pesantren Al-Qur'an dan Riset Madani Global Citizenship Rempoa, Tangsel, ini menambahkan bahwa gerakan tanam pohon matoa tidak hanya diinisiasi keluarga besar Kemenag, namun juga didukung masyarakat.
“Dengan menjaga ekosistem ini, bangsa Indonesia akan sukses berkontribusi untuk menjaga suplai oksigen bagi dunia. Kalau ini benar-benar dijaga oleh Kemenag maka tidak hanya Islam saja. Agama lain tentu ingin menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang sustainable,” ungkapnya.
Pria asal Pekalongan Jawa Tengah ini menekankan bahwa ekoteologi telah menjadi concern dan komitmen kolektif semua agama. Karena Menag Nasaruddin Umar telah menuangkan gagasan itu dalam KMA 244 tahun 2025 menjadi Asta Protas-nya.
“Ekoteologi nomor dua. Pertama, kerukunan dan cinta kemanusiaan. Nah, penanaman sejuta pohon matoa sebagai mandatory sekaligus simbol komitmen kita terhadap lingkungan,” pungkasnya. (Ova)