Kemenag dan Kemlu RI Hidupkan Kembali Indonesian Interfaith Scholarship

Admin Berita 20 Jun 2025 159 kali dibaca
Kemenag dan Kemlu RI Hidupkan Kembali Indonesian Interfaith Scholarship

Kemenag dan Kemlu RI Hidupkan Kembali Indonesian Interfaith Scholarship

Jakarta – 20 Juni 2025. Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) bersama Kementerian Luar Negeri (Kemlu) kembali menghidupkan program strategis Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) dengan menggandeng Pemerintah Austria. Program ini merupakan bagian dari upaya memperkuat diplomasi publik berbasis nilai toleransi dan keberagaman Indonesia.


Pertemuan koordinatif dalam rangka persiapan pelaksanaan IIS digelar di Kedutaan Besar Austria di Jakarta. Hadir dalam pertemuan tersebut Kepala PKUB Dr. Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., Direktur Diplomasi Publik Kemlu Ani Nigeriawati, Duta Besar Austria untuk Indonesia Dr. Thomas Loidl, serta Wakil Kepala Misi Michael Wislocki.


Program Indonesian Interfaith Scholarship sejatinya telah berlangsung sejak 2012, melalui kerja sama antara Kementerian Agama dengan Parlemen Eropa. Selama lebih dari satu dekade, program ini telah melahirkan 71 alumni dari berbagai negara Eropa yang kini menjadi duta kerukunan dan perdamaian, sekaligus sahabat Indonesia di kancah internasional.

“Program IIS ini menjadi langkah strategis dalam menampilkan wajah Indonesia yang rukun dan harmonis di mata dunia,” ungkap Dr. Muhammad Adib Abdushomad dalam keterangannya usai pertemuan.


Austria sendiri bukan mitra baru dalam kerja sama dialog lintas agama dengan Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, kedua negara telah membangun kemitraan bilateral melalui pertukaran guru besar, kerja sama antaruniversitas Islam, dan pelaksanaan summer program yang melibatkan berbagai lembaga keagamaan.


Dengan dihidupkannya kembali program IIS pascapandemi, diharapkan hubungan Indonesia dan Austria semakin kokoh, tak hanya dalam aspek diplomasi formal, tetapi juga dalam pemahaman budaya, nilai, dan praktik hidup bersama yang damai.

Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada para peserta dari Eropa—yang berasal dari kalangan parlemen, media, LSM, dan akademisi—dalam menyelami realitas kehidupan beragama di Indonesia. Selama lebih dari sepekan, para peserta akan berdialog dengan tokoh agama, tokoh perempuan, pemuda, akademisi, serta berkunjung ke rumah-rumah ibadah lintas agama. Mereka bahkan dijadwalkan untuk menginap di pesantren maupun seminari guna memahami kehidupan spiritual masyarakat Indonesia secara lebih dekat.


“Dari apa yang mereka lihat, dengar, dan alami sendiri, kami berharap peserta dapat memahami Indonesia secara lebih objektif—bukan dari narasi media semata, tetapi dari pengalaman langsung yang membentuk persepsi baru tentang kerukunan dan toleransi,” tambah Gus Adib.


Menariknya, dalam catatan program sebelumnya, sejumlah peserta menyatakan kekagumannya terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi hidup bersama. Bahkan ada yang berandai, jika Uni Eropa memiliki dasar ideologis bersama seperti Pancasila, maka persatuan Eropa dapat berdiri lebih kuat—tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga dalam nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas.


Pancasila, menurut mereka, menjadi inspirasi dunia ketika perbedaan makin tajam dan ruang dialog makin sempit. Kehidupan masyarakat Indonesia yang terbuka, hangat, dan bersahabat menjadi bukti nyata bahwa perbedaan bukan hambatan, tetapi justru kekayaan.


Program IIS terakhir digelar pada 2019 sebelum tertunda akibat pandemi COVID-19. Kini, dengan dukungan penuh dari Kemlu dan Kedutaan Besar Austria, serta kesiapan penuh dari PKUB Kemenag, IIS dihidupkan kembali sebagai program unggulan diplomasi Indonesia dalam memperkenalkan wajah harmoni di tengah keberagaman kepada dunia internasional.