Jakarta – 17 Juni 2025. Dalam rangka memperingati Hari Internasional Melawan Ujaran Kebencian, Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan Institut Leimena, Nasaruddin Umar Office, The Voice of Istiqlal, dan Templeton Religion Trust menggelar Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertajuk “Menebarkan Cinta: Mempromosikan Kolaborasi Lintas Iman dalam Melawan Ujaran Kebencian”. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini diikuti oleh ribuan peserta dari berbagai negara, dan berlangsung dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris.
Webinar menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan
internasional lintas iman, diplomasi, dan akademisi. Bertindak sebagai
pembicara kunci, Menteri Agama RI yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof.
Dr. K.H. Nasaruddin Umar, MA, menekankan bahwa ujaran kebencian berbasis agama
(religious hate speech) merupakan ancaman serius terhadap kohesi sosial bangsa.
“Religious hate speech sangat berbahaya karena menggunakan
sentimen agama sebagai alat pemecah belah. Bila kita benar-benar mencintai
NKRI, maka kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus bersama-sama melawan
segala bentuk ujaran kebencian, apalagi yang bersembunyi di balik atau
mengatasnamakan agama,” tegas Menteri Agama.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Nasaruddin juga
memperkenalkan karya terbarunya yang berjudul Jihad Melawan Religious Hate
Speech, sebagai kontribusi pemikiran untuk mendorong kesadaran bersama dalam
memerangi intoleransi dan kekerasan verbal berbasis agama.
Seruan Menag ini diperkuat oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat
Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI, Dr. Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag.,
M.Ed., Ph.D., yang memaparkan berbagai inisiatif Kementerian Agama dalam
membumikan nilai cinta sebagai strategi membendung kebencian. Salah satunya
adalah pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang merupakan bagian dari
program “Pelayanan Keagamaan yang Berdampak”—salah satu dari Asta Protas
Kementerian Agama.
“PKUB telah menyusun konsep cinta dalam perspektif
agama-agama yang dihidupkan dalam bentuk pertemuan lintas iman antar pelajar
dan guru agama, kunjungan ke rumah ibadah seperti Masjid Istiqlal dan Gereja
Katedral, serta kegiatan lintas komunitas lainnya. Cinta dan kasih sayang
adalah titik temu sekaligus pengikat kerukunan dalam keberagaman,” ujar Gus
Adib.
Webinar ini turut diisi oleh pembicara internasional seperti
Rashad Hussain (mantan Duta Besar untuk Kantor Kebebasan Beragama Internasional
AS), Yuyun Wahyuningrum (Direktur Eksekutif ASEAN Parliamentarians for Human
Rights), Alexander Rieger (Kementerian Luar Negeri Austria), dan Dr. Chris Seiple
(University of Washington), yang menyoroti pentingnya kolaborasi global dalam
menanggulangi ujaran kebencian.
Melalui forum ini, Indonesia kembali menegaskan posisinya
sebagai aktor penting dalam diplomasi antaragama global. Upaya membumikan nilai
cinta dan toleransi tidak hanya menjadi agenda nasional, tetapi juga bagian
dari kontribusi Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia.