JAKARTA – Komnas Perempuan dan Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama sepakat pentingnya memperkuat peran perempuan dalam upaya merawat dan membangun kerukunan umat beragama di Indonesia. Hal ini mengemuka dalam pertemuan terbatas antara Komisioner Komnas Perempuan Jakarta dan Kepala PKUB, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., yang berlangsung di Kantor PKUB, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menyoroti masih rendahnya keterwakilan perempuan dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai daerah. Daden yang pernah menjabat Ketua FKUB Kabupaten Sukabumi selama satu dekade menilai, keterlibatan perempuan kerap kali hanya bersifat simbolis, padahal kontribusinya sangat vital, terutama dalam konteks pencegahan dan penanganan konflik berbasis agama.
“Dalam pengalaman saya di
FKUB, banyak proses strategis tidak melibatkan perspektif perempuan. Padahal,
perempuan memiliki kepekaan dan kapasitas luar biasa sebagai agen perdamaian,”
ujar Daden yang juga dikenal sebagai pegiat perdamaian dan instruktur nasional
moderasi beragama.
Ia meminta agar PKUB mendorong regulasi yang memastikan keterlibatan substantif perempuan, terutama dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan pasca konflik. Menurutnya, kerukunan yang berkelanjutan hanya bisa dicapai jika seluruh elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan, diikutsertakan secara aktif dan bermakna.
Menanggapi hal tersebut,
Kepala PKUB, Gus Adib, menegaskan bahwa Kementerian Agama Bersama beberapa Kementerian
lain telah mengajukan Rancangan Perpres Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama melalui
regulasi tingkat nasional. “Kami tengah mengusulkan draft Rancangan Peraturan
Presiden (Perpres) yang secara eksplisit memandatkan pelibatan unsur perempuan
dalam struktur FKUB maupun forum-forum strategis kerukunan lainnya,” ungkap Gus
Adib.
Ia menjelaskan bahwa draft Perpres tersebut merupakan bentuk penyempurnaan dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yang selama ini menjadi rujukan dalam pembentukan FKUB di daerah. “Dengan transformasi menjadi Perpres, payung hukumnya akan lebih kuat dan implementasinya lebih efektif. Saat ini draft sudah berada di Sekretariat Negara dan tinggal menunggu proses penandatanganan oleh Presiden,” tambahnya.
Selain membahas isu
partisipasi perempuan, pertemuan ini juga menyinggung kondisi aktual FKUB di
lapangan, termasuk kendala anggaran yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan
tugas. Daden menyoroti bahwa dana operasional FKUB (BOP) di sejumlah daerah
tidak dapat dicairkan akibat kebijakan efisiensi di tingkat pusat.
Gus Adib menjelaskan bahwa BOP FKUB mengalami efisiensi 36 persen, ada yang terpotong 80 persen bahkan 100 persen karena di beberapa daerah tidak merata. Hal ini berpotensi mengurangi ruang gerak FKUB, dan berdampak pada terbatasnya mobilitas FKUB dalam menjalankan tugas-tugas fasilitasi dialog dan resolusi konflik. Ia mendorong perlunya revisi kebijakan alokasi BOP agar lebih adaptif terhadap kebutuhan nyata di lapangan. “Jika kerukunan dianggap penting dan strategis, maka dukungan anggarannya harus memadai. Tanpa itu, kita akan kesulitan menjaga harmoni sosial, terutama di daerah-daerah rawan,” ujarnya.
Kasus intoleransi yang sempat
terjadi di Sukabumi juga dibahas sebagai pembelajaran penting. Menurut Gus
Adib, insiden tersebut bermula dari kurangnya komunikasi antara pengelola rumah
ibadah dan warga sekitar. PKUB telah merespons cepat dengan melakukan mediasi
dan rekonsiliasi secara langsung di lapangan. “Kami terus mendorong pendekatan
dialogis dan partisipatif dalam menangani konflik keagamaan,” tegasnya.
Sebagai bagian dari langkah
strategis nasional, PKUB juga tengah mempersiapkan gelaran Silaturahmi Nasional
(Silatnas) Tokoh Agama dan FKUB se-Indonesia pada 5–7 Agustus 2025 mendatang.
Acara yang dijadwalkan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia ini akan
menjadi momentum konsolidasi nasional dalam rangka penguatan kerukunan dan
toleransi antarumat beragama, sejalan dengan misi Asta Cita nomor 8.
“Silatnas ini tidak sekadar
seremoni, tetapi akan menjadi forum penguatan komitmen dan pengarusutamaan
nilai-nilai perdamaian. Dan tentu saja, keterlibatan perempuan akan menjadi
salah satu isu sentral yang diangkat,” tutup Gus Adib.