Mencintai dan Mensyukuri NKRI untuk Kerukunan dan Kedamaian

Admin Khutbah 29 Aug 2025 89 kali dibaca
Mencintai dan Mensyukuri NKRI untuk Kerukunan dan Kedamaian

Mencintai dan Mensyukuri NKRI untuk Kerukunan dan Kedamaian

MUHAMMAD ADIB ABDUSHOMAD M.Ag, M.Ed, Ph.D

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita berbagai kenikmatan lahir dan batin, serta memuliakan kita dengan agama Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, keadilan, dan persaudaraan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad , sang pembawa rahmat bagi seluruh alam, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh umatnya yang istiqamah dalam menapaki jalan kebenaran hingga hari kiamat.

Pada kesempatan yang mulia ini, yaitu di hari Jumat yang disebut oleh Rasulullah sebagai sayyidul-ayyām, khatib mengajak diri pribadi dan seluruh jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, yaitu dengan menjalankan perintah- perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dalam ruang-ruang pribadi maupun dalam tatanan kehidupan sosial dan kebangsaan kita. Semoga ketakwaan itu menjadi bekal kita menuju akhir yang husnul khātimah. Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Salah satu nikmat besar yang Allah anugerahkan kepada kita sebagai bangsa adalah nikmat hidup di tengah negara yang merdeka, berdaulat, dan aman. Nikmat ini sering kali luput dari kesadaran kita, padahal justru inilah syarat dasar bagi berlangsungnya kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, serta berbagai aktivitas kebaikan lainnya. Maka mencintai dan mensyukuri tanah air adalah bagian dari bentuk syukur kepada Allah. Ini bukan sekadar ekspresi kebangsaan, tetapi juga tanggung jawab keimanan. Karena dalam ajaran Islam, segala nikmat yang diberikan Allah wajib disyukuri, dan salah satu


bentuk syukur adalah dengan menjaga nikmat tersebut agar tidak rusak dan musnah.

Allah berfirman dalam Surah Ibrāhīm ayat 7: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

Dalam konteks keindonesiaan kita, mensyukuri nikmat tanah air ini bukan hanya berarti mencintai negeri secara emosional, melainkan juga menjaga stabilitas sosial, mencegah perpecahan, serta membangun peradaban bangsa melalui nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh Islam. Maka mencintai NKRI adalah bagian dari iman, karena ia adalah bentuk konkret dari rasa syukur dan tanggung jawab terhadap nikmat aman, merdeka, dan berbangsa.

Sebagai bagian dari umat Islam yang hidup di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, kita harus menyadari bahwa kerukunan dan persatuan adalah bagian integral dari cita-cita Islam. Rasulullah telah mencontohkan hal tersebut ketika membangun masyarakat Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama, lalu dipersatukan dalam ikatan sosial yang berlandaskan pada keadilan dan tanggung jawab kolektif.

Beliau mengajarkan bahwa umat Islam adalah satu tubuh, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi, seperti satu tubuh; apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya, tidak bisa tidur dan merasakan demam.”

Inilah dasar dari Ukhuwah Islāmiyyah yang sejati: kepedulian, empati, dan solidaritas. Maka menjaga persatuan bukan sekadar semboyan, tetapi bagian dari ajaran Nabi. Dan sebaliknya, memecah belah umat, menebar kebencian, dan menyulut permusuhan atas nama apa pun, adalah bentuk pengingkaran terhadap ajaran Rasulullah .

Beliau dengan tegas melarang umat Islam dari sifat-sifat destruktif itu. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: “Janganlah kalian saling membenci, saling dengki, dan saling memutuskan hubungan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Jamaah yang dirahmati Allah,

Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa kemerdekaan dan kedaulatan negara ini tidak diperoleh dengan mudah. Ia adalah buah dari perjuangan panjang para pahlawan, termasuk para ulama dan santri yang tidak sedikit mengorbankan  nyawa  demi  berdirinya  NKRI.  Maka  mempertahankan


persatuan bangsa adalah bentuk penghormatan kepada para syuhada yang telah gugur, dan juga bentuk ketaatan kepada Allah dalam menjaga amanah sejarah. Kita tidak boleh lengah, apalagi sampai menjadi bagian dari perusak bangunan besar ini hanya karena kepentingan pribadi, kelompok, atau karena perbedaan pandangan politik.

Apabila kita ingin melihat Indonesia terus berdiri kokoh, maka jaga ukhuwah, jaga lisan dari fitnah, dan jaga hati dari prasangka buruk. Jangan saling menuding, jangan saling menjatuhkan, dan jangan mudah diadu domba. Sebab, musuh-musuh umat Islam dan bangsa ini tidak perlu bersusah payah menghancurkan negeri ini, jika kita sendiri yang saling mencabik persaudaraan.

Islam bukan hanya agama ibadah ritual, tetapi juga agama sosial-politik yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan kemanusiaan dan keadilan sosial. Allah berfirman dalam Surah al-Hujurāt ayat

Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.

Ayat tersebut menegaskan bahwa perbedaan suku dan bangsa bukan alasan untuk saling merendahkan, melainkan untuk saling mengenal dan membangun kedekatan dalam kebajikan. Maka nasionalisme yang dibingkai dengan takwa adalah ekspresi luhur dari keimanan yang matang.

Dari mimbar ini, izinkan khatib mengajak jamaah sekalian: mari kita perbarui komitmen kita terhadap negeri ini. Bukan sekadar loyalitas politik, tetapi tanggung jawab moral dan keimanan. Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan mempererat persaudaraan, memperkuat toleransi, dan mengisi ruang- ruang publik dengan akhlak yang mulia. Karena tidak akan ada peradaban besar tanpa fondasi yang kokoh berupa persatuan dan kedamaian.

Khutbah Lainnya