Menggaungkan Perdamaian dari Hartford ke Dunia

Gus Adib Gusadib 16 May 2025 334 kali dibaca

Oleh: Dr. Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D.

Dari podium Hartford International University, Amerika Serikat, pada Mei 2025, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., Menteri Agama Republik Indonesia, menyampaikan sebuah pidato yang sarat dengan pesan universal: perdamaian, toleransi, dan rekonsiliasi antarumat manusia. Pidato tersebut tidak hanya menyentuh relasi lintas agama, tetapi juga membuka jalan bagi diplomasi kemanusiaan dalam menghadapi tantangan geopolitik global yang terus bergolak.


Hartford, dalam hal ini, menjadi simbol dari jembatan antarbangsa. Ketika dunia dilanda ketegangan demi ketegangan, seperti yang terlihat dalam relasi India dan Pakistan yang terus terjerat konflik berkepanjangan, maka suara-suara yang menyerukan penyatuan, pengertian, dan kerja sama lintas iman menjadi semakin vital. Dalam pidatonya, Prof. Nasaruddin Umar menekankan pentingnya mengedepankan kesamaan nilai-nilai ketuhanan sebagai fondasi membangun perdamaian yang adil dan abadi.


Konsep “Islam Nusantara” yang diusung beliau adalah refleksi konkret dari praktik keberagamaan yang menghargai kearifan lokal dan nilai-nilai multikulturalisme. Inilah kontribusi penting dari Indonesia sebagai bangsa yang mampu menjaga keharmonisan dalam keragaman. Jika prinsip-prinsip ini diterjemahkan dalam hubungan internasional, maka dunia akan memiliki alternatif yang lebih manusiawi dan beradab dalam menyelesaikan sengketa lintas batas.


Prof. Nasaruddin Umar juga mengutip Surah Al-Baqarah ayat 62 sebagai penegasan bahwa keselamatan spiritual tidak hanya eksklusif dalam satu agama. Ayat tersebut mengajarkan bahwa siapa pun yang beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir, serta berbuat baik, akan mendapatkan balasan dan perlindungan dari Tuhan. Pesan ini selaras dengan ajaran inti dari ketiga agama Abrahamik — Islam, Kristen, dan Yahudi. yang semuanya berpijak pada nilai moral universal: keadilan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap kehidupan.

Dengan mengirimkan mahasiswa Indonesia ke Hartford untuk mempelajari pluralisme dan dialog lintas iman, Prof. Nasaruddin Umar sesungguhnya sedang merancang masa depan di mana generasi muda tidak lagi terjebak dalam narasi kebencian, tetapi justru menjadi agen perdamaian global. Pendidikan dan pertukaran gagasan menjadi alat paling efektif untuk membangun empati dan menghancurkan tembok prasangka antarbangsa.


Seruan dari Hartford ini bukan sekadar wacana, tetapi ajakan konkret untuk membumikan perdamaian. Ketika kekuatan-kekuatan besar dunia terus bersaing dalam perebutan dominasi politik dan ekonomi, suara dari ruang-ruang akademik dan spiritual seperti Hartford dan Jakarta menjadi penyeimbang yang sangat dibutuhkan.


Dunia tidak kekurangan teknologi, kekuatan militer, maupun retorika diplomasi. Namun dunia sangat kekurangan ketulusan, keteladanan, dan keberanian untuk berdamai. Pidato Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. adalah pengingat bahwa perdamaian bukan sesuatu yang utopis — asal ada kemauan untuk melihat sesama sebagai saudara, bukan sebagai ancaman.

Dari Hartford, suara perdamaian itu telah dikumandangkan. Kini, tinggal bagaimana dunia meresponsnya, dengan hati yang terbuka dan tekad untuk memelihara bumi dan penghuninya dalam damai.